Senin, 12 November 2012


1.Kapasitas Tampung Padang Penggembalaan
10 January 2011

Kapasitas Tampung Padang Penggembalaan
Kapasitas tampung merupakan analisis kemampuan areal padang penggembalaan atau kebun rumput untuk dapat menampung sejumlah ternak, sehingga kebutuhan hijauan rumput dalam 1 tahun bagi makanan ternak tersedia dengan cukup.
Kapasitas tampung padang penggembalaan atau kebun rumput, erat berhubungan dengan jenis ternak, produksi hijauan rumput, musim, dan luas padang penggembalaan atau kebun rumput. Oleh karena itu, kapasitas tampung bisa bermacam-macam dan tergantung pada pengukuran produksi hijauan rumput. Pada musim basah, hijauan rumput akan tinggai produksinya daripada musim kering. Hal demikian juga berarti bahwa pada musim basah bisa tersedia lebih banyak produksi hijauan rumput untuk sejumlah ternak, namun pada musim kering jumlah ternak akan terbatas jumlahnya sesuai dengan tersedianya hijauan rumput.
Besarnya produksi hijauan atau kebun rumput pada suatu areal dapat diperhitungkan, seperti berikut :
1.     Produksi Kumulatif, merupakan produksi padang penggembalaan atau kebun rumput yang ditentukan bertahap selama 1 tahun. Setiap pemotongan produksi hijauan rumput diukur dan dicatat. Setalah 1 tahun seluruh produksi dijumlah, dan hasilnya merupakan produksi kumulatif.
2.     Produksi Realitas, merupakan produksi yang ditentukan oleh setiap pemotongan hijauan rumput seluruh areal padang penggembalaan atau kebun rumput. Jadi, produksi realitas adalah produksi sebenarnya yang bisa diukur dengan produksi ternak.
3.     Produksi Potensial, merupakan produksi yang ditentukan atas dasar perkiraan suatu areal padang penggembalaan atau kebun rumput. Jadi, perhitungan ini cenderung disebut sebagai taksiran.

Rumput Lapang
Rumput lapang merupakan campuran dari beberapa jenis rumut lokal yang umumnya tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah. Kualitas rumput lapang sangat beragam karena tergantung pada kesuburan tanah, iklim, komposisi spesies, waktu pemotongan, cara pemberiannya, dan secara umum kualitasnya dapat dikatakan rendah. Walaupun demikian rumput lapang merupakan hijauan pokok yang sering diberikan pada ternak (Pulungan, 1988).
Menurut Aboenawan (1991), rumput lapang merupakan pakan yang sudah umum digunakan sebagai pakan utama ternak ruminansia (sapi dan domba). Rumput lapang banyak terdapat di sekitar sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan, dan semak-semak. Rumput lapang tumbuh liar sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak. Rumput lapang yang dikeringkan matahari memiliki komposisi zat makanan seperti pada tabel berikut.
Tabel komposisi zat makanan rumput lapang (%bahan kering)
Zat Makanan
% Bahan Kering
Bahan Kering (%)
78,37
Protein Kasar (%)
7,12
Serat Kasar (%)
27,59
Lemak Kasar (%)
0,91
BETN (%)
35,61
Total Nutrien Tercerna (%)
54,29

Padang Penggembalaan
Menurut Reksohadiprodjo (1994) padang penggembalaan adalah suatu daerah padangan dimana tumbuh tanaman makanan ternak yang tersedia bagi ternak yang dapat merenggutnya menurut kebutuhannya dalam waktu singkat. Beberapa macam padang penggembalaan diantaranya padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen yang sudah ditingkatkan, padang penggembalaan temporer dan padang panggembalaan irigasi. Beberapa cara menggembalakan ternak di padang penggembalaan antara lain yaitu cara ekstensif denga menggembalakan ternak di padangan yang luas tanpa erosi, semi-ekstensif dengan melakukan rotasi namun pemilihan hijauan masih bebas, cara intensif dengan melakukan rotasi tiap petak dengan hijauan dibatasi, strip grazing dengan menempatkan kawat sekelilig ternak yang bisa dipindah dan solling dengan hijauan padangan yang dipotong dan diberikan ada ternak di kandang.
Produksi rumput di padang penggembalaan ditentukan oleh beberapa faktor seperti iklim, pengelolaan, kesuburan tanah, pemeliharaan dan tekanan penggembalaan (Reksohadiprodjo,1994) rumput yang biasa digunakan untuk pastura (padang penggembalaan) adalah Brachiaria humidicola yang merupakan rumput tahunan yang memiliki perkembangan vegetatif dengan stolon yang begitu cepat sehingga bila ditanam di lapang akan segera membentuk hamparan.
Leguminosa
Nitrogen merupakan unsur yang penting dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman, tetapi sebagian besar tanah di daerah tropis miskin unsur nitrogen. Menurut Buckman dan Brady (1982) ada beberapa cara penambahan nitrogen dalam tanah antara lain fiksasi nitrogen, fiksasi bebas atau azofiksasi, melalui air hujan dan petir, dan penambahan dalam bentuk pupuk kimia, pupuk kandang atau pupuk hijau.
Di Indonesia tanaman leguminosa telah lama diketahui selain untuk meningkatakan kesuburan tanah, juga untuk menahan erosi, tanaman pelindung, kayu bakar dan daunnya sangat baik sebagai pakan ternak karena mempunyai nilai nutrisi yang tinggi.
Jenis leguminosa yang banyak digunakan adalah yang tahan terhadap pemotongan dan pertumbuhannya cepat, dapat tumbuh bersama dengan tanaman inang tanpa mengakibatkan terjadinya persaingan penggunaan cahaya dan tidak mengurangi produksi ranaman pokok.

DAFTAR PUSTAKA
Aboenawan, L. 1991. Pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan total digestible nutrien (TDN) pellet isi rumen dibanding pellet rumput pada domba jantan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pulungan, H. 1988. Peranan rumput lapangan sebagai ransum pokok ternak domba. Hasil Temu Tugas Sub Sektor Peternakan, 4:218-288.












KAPASITAS TAMPUNG

Menurut Reksohadiprodjo (1985), yang disitasi oleh Kencana (2000), Kapasitas tampung (Carrying Capacity) adalah kemampuan padang penggembalaan untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang dibutuhkan oleh sejumlah ternak yang digembalakan dalam luasan satu hektar atau kemampuan padang penggembalaan untuk menampung ternak per hektar. Departemen Pertanian (2010) lebih lanjut menjelaskan bahwa, Kapasitas tampung adalah jumlah hijauan makanan ternak yang dapat disediakan kebun hijauan makanan ternak untuk kebutuhan ternak selama 1 (satu) tahun yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST) per hektar.
Satuan Ternak (ST) atau Animal Unit (AU) merupakan satuan untuk ternak yang didasarkan atas konsumsi pakan. Setiap satu AU diasumsikan atas dasar konsumsi seekor sapi perah dewasa non laktasi dengan berat 325 kg atau seekor kuda dewasa.
Tabel Nilai konversi ST atau AU pada pelbagai jenis dan umur fisiologis ternak.
Jenis Ternak
ST atau AU per ekor
1 ST setara dengan Jumlah Ternak
Kuda
Sapi
Sapi Pejantan
Sapi muda, umur lebih 1 tahun
Pedet (anak sapi)
Anak kuda (colt)
Babi induk/pejantan
Babi seberat 90 kg
Domba Induk/pejantan
Anak domba (cempe)
Ayam (setiap 100 ekor)
Anak ayam (setiap 200 ekor)
1.00
1.00
1.00
0.50
0.25
0.50
0.40
0.20
0.14
0.07
1.00
1.00
1
1
1
2
4
2
2,5
5
7
14
100
200
Sumber: Ensminger, 1961. (http://stpp-malang.ac.id).
Kapasitas tampung juga dapat diartikan sebagai kemampuan padang rumput dalam menampung temak atau jumlah ternak yang dapat dipelihara per satuan luas padang (Kencana, 2000). Departemen Pertanian (2009), mengatakan bahwa kapasitas tampung (carrying capacity) = tekanan penggembalaan (stocking rate) optimal. Kapasitas tampung identik dengan tekanan penggembalaan (stocking rate) yaitu jumlah ternak atau unit ternak per satuan luas padang penggembalaan. Tekanan penggembalaan optimum merupakan pencerminan dari kapasitas tampung yang sebenarnya dari padang penggembalaan, karena baik pertumbuhan ternak maupun hijauan dalam keadaan atau merupakan pencerminan keseimbangan antara padang rumput dengan jumlah unit ternak yang digembalakan.
Menurut Susetyo (1980), yang disitasi oleh Wiryasasmita (1985) bahwa, kapasitas tampung adalah angka yang menunjukan satuan ternak yang dapat digembalakan diluasan tanah pangonan tertentu, selama waktu tertentu, dengan tidak mengakibatkan kerusakan baik terhadap tanah, vegetasi maupun ternaknya. Dengan demikian kapasitas tampung tersebut tergantung pada berbagai faktor seperti kondisi tanah, pemupukan, faktor kilmat, spesies hijauan, serta jenis ternak satwa yang digembalakan atau terdapat di suatu padangan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan kapasitas tampung (Kencana, 2000) yaitu :
1. Penaksiran kuantitas produksi hijauanUmumnya dilakukan dengan metode cuplikan dengan memakai frame berukuran tertentu dengan bentuk yang bermacam-macam (persegi, bujur sangkar, lingkaran, atau segitiga). Pengambilan sampel di lapangan dilakukan secara acak. Banyaknya ditentukan dengan melihat homogenitas lahan yaitu komposisi botani, penyebaran produksi, serta topografi lahan. Hijauan yang terdapat dalam areal frame dipotong lebih kurang 5 -10 cm diatas permukaan tanah dan ditimbang beratnya.
2. Penentuan Proper Use FactorKonsep Proper Use Factor (PUF) besarnya tergantung pada jenis ternak yang di gembalakan, spesies hijauan di padangan, tipe iklim setempat beserta kondisi tanah padangan. Untuk penggunaan padangan ringan, sedang, dan berat nilai PUF-nya masing-masing adalah 25-30 %, 40-45 %, dan 60-70 %. Konsep ini digunakan dalam menaksir produksi hijauan antara lain karena :1). Jika lahan semakin mudah mengalami erosi dengan hamparan vegetasi rendah, sebaiknya tidak terlalu banyak hijauan di panen; 2). Bila hijauannya mempunyai pola pertumbuhan setelah panen lamban, maka sebaiknya tidak semua hijauan yang ada diperhitungkan untuk menentukan jumlah ternak yang akan dipelihara; 3). Semakin banyak jenis ternak yang dipelihara maka injakan ternak terhadap rerumputan mengakibatkan tidak 100 % hijauan yang ada dapat dikonsumsi ternak. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Proper Use Factor tergantung pada: 1). Jenis ternak yang digembalakan; 2). Tipe Iklim; 3). Kondisi tanah.
3. Menaksir kebutuhan luas tanah per bulan. Penaksiran ini didasarkan pada kemampuan temak mengkonsumsi hijauan. Misalnya : kebutuhan seekor ternak sapi dewasa adalah 40 kg rumput per ha (10 % dari bobot badan) maka per bulan diperlukan 40 kg X 30 = 1.200 kg (1,2 ton) hijauan. Bila produksi hijauan 8 ton per ha, maka luas lahan yang dibutuhkan seekor sapi dewasa per bulan adalah 1,2/8 = 0,15 ha.
4. Menaksir kebutuhan luas tanah per tahun. Suatu padangan memerlukan masa agar hijauan yang telah dikonsumsi ternak tumbuh kembali dan siap untuk digembalakan lagi. Masa ini disebut sebagai periode istirahat. Padang rumput tropika membutuhkan waktu 70 hari untuk istirahat setelah digembalai selama 30 hari. Untuk menaksir kebutuhan luas tanah per tahun digunakan rumus Voisin dengan metode Hall et all; (1964), yaitu:
(Y– 1) s = r
Dimana: Y = Jumlah satuan luas tanah terendah yang dibutuhkan seekor ternak pertahun terhadap kebutuhan per bulan
s = stay (periode merumput di setiap luasan tanah selama 30 hari)
r = rest (periode padang penggembalaan diistirahatkan untuk menjamin pertumbuhan kembali adalah 10 minggu atau 70 hari).


DAFTAR PUSTAKA

_______________. 2010. Satuan Ternak (ST) / Animal Unit (AU). http://stpp-malang.ac.id+nilai+konversi+AU+pada+berbagai+jenis+dan+umur+fisiologi+ternak. [27 September 2011].
Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Teknis Perluasan Areal Padang Penggembalaan TA.2009http://pla.deptan.go.id./pdf/07 PEDOMAN PADANG GEMBALAa.pdf [27 September 201].
Departemen Pertanian. 2010. Pedoman Teknis Perluasan Areal Padang Penggembalaan TA.2010. http://pla.deptan.go.id/pdf/120 Peral Kebun HMT 2010.pdf [27 September 2011].
Kencana, S. 2000. Habitat Rusa Timor (Cervus Timorensis) dan Kapasitas Tampung Padangan Alam Taman Buru Pulau Rumberpon Manokwari.http://www.papuaweb.org/unipa/dlib-s123/kencana-surya [06 Agustus 2011].
Wiryasasmita, R. 1985. Potensi Tanah Pangonan di Desa Parerejo Kecamatan Purwodadi Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. http://e-jurnal.perpustakaan.ipb.ac.id/files/ MPE851002rwi.pdf [27 September 2011].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar